Di Siku Pertokoan

 Anak - anak memandang laki - laki berdagu keras dari siku pertokoan, si kecil nampak lahap melihat makanan di atas meja, sedang si sulung membuang pandang pada tangan yang ditutup kotak memancar cahaya itu. Sekali laki - laki tampak mengetik lalu di waktu lain ia teguk beberapa seruput dari cangkir putih. Orang - orang di rumah bilang kalau pria dewasa itu bekerja pakai kemeja, kacamata, kerja, jangan cuma doa.

Musim kali ini tidak jadi hujan - hujanan, tapi langitnya teduh, nampak Tuhan sedang bising, mendengar namanya dipanggil  sebelum tiang  - tiang halte berkobar. Sendu, apa di atas langit juga sama? Apa cuma pesta - pesta? Apa Ia tahu kita disini lapar, kesulitan cari uang, bikin doa jadi jarang? 

Tapi disini anak - anak masih bertanya, apa, untuk apa, sedang apa si laki - laki minum kopi sambil kesulitan membagi antara layar depan atau wanita di jam dua belas? Tapi mungkin ini zaman ya. Zaman nya orang - orang sibuk depan layar sampai lupa pulang. Ayah ganti sofa ruang depan, ibu belanja ponsel baru, adik baru didekati perjaka di sekolah tingkat atas.

Semua jadi sibuk. Sulung dan bungsu sama bingungnya dengan dua hari kemarin waktu panas matahari disaingi tensi. Orang - orang rumah bilang kalau sudah selesai sekolah bantu bayar listrik, entah bagaimana caranya. Mungkin dengan bakar kendaraan atau lempar kepalan ke rezim berkuasa. 

Yang pasti laki - laki berdagu keras itu orang sembarangan, mungkin kuli tinta atau kuli anak - bini nya. Sekejap ia tatap ke siku pertokoan, ada dua anak yang jalannya masih panjang. Ia senyum lalu panjat doa supaya masa muda nya lebih panjang, supaya tidak tidur dibayang tuntutan, atau supaya dewasa nya jangan banyak penyesalan.

Komentar

Postingan Populer