ekspektasi.

apa yang menjadikan kita begitu jatuh?

saya berasumsi ada dalih lain. nilai - nilai nihil yang dibentuk manusia, kepada manusia, untuk (mengatur) manusia. tapi lagi - lagi punya hasil hampir nol besar.
ini adalah bentuk paling anak tiri dari relasi kita. ketidakadilan yang secara ekonomi tak mungkin terjamah dan praktiknya adalah keseharian. saat semua elegi runtuh, manusia pada umumnya mencari lagi tempat sampah, diharap besar akan terjadi daur ulang kepribadian secara masive dalam hidupnya. tapi bukannya tak semua?
bagaimana kalau akhirnya tempat sampah hanya sebuah wadah?
bagaimana kalau semua yang kita artikan sebagai tempat sampah adalah sekadar pengotor jalan, pemberi bau tak sedap?

maka kembali lagi, nilai.
manusia menerapkan sebuah nilai tak beraksara pada setiap pribadi tanpa terkecuali. nilai - nilai yang jika diperkirakan secara harafiah adalah hasil pemikiran filsuf selama berabad - abad peradaban kita yang tercatat. lalu bagaimana aktualisasinya dengan realita kita di masa kini?

ada seorang teman yang bertemu dalam perjalanan memberi jawaban hampir (menurut saya) mendekati apa yang kita cari dari sini. adalah ekspektasi. sebuah ukuran kepuasan egois yang tak pernah jelas secara angka, realita, dan pemenuhannya.

sederhananya, kita berekspektasi agar hidup akan berjalan sesuai jalan suci pada kitab keagamaan yang selama ini kita jadikan acuan masuk surga; tanpa pencurian, yang menghasilkan kerugian materiil; tanpa pemerkosaan yang menghasilkan luka batin; tanpa kematian yang menghasilkan kehilangan; dan yang paling klise adalah pengkhianatan yang menghasilkan patah hati.

namun apakah kita secara harafiah lahir untuk mengetahui apa itu kerugian, luka, kehilangan, dan patah hati?

apa memang hidup adalah sebuah bias dari kejahatan dan kebaikan hanya keberuntungan lotre dari Yang Esa?

bagaimana kalau orang - orang realis mengatakan bahwa nilai - nilai diatas tak punya esensi lahiriah karena berasal dari pemikiran manusia secara berabad - abad?

baik kita berikan konklusi yang dapat diberikan masukan rasional. kita layaknya seperti seorang anak yang baru lahir. tanpa ekspektasi, tanpa memberi ekspektasi, dan tanpa mengerti guna dari ekspektasi dalam hubungan antar-individu.
alangkah independen apabila kita berjalan pada keramaian tanpa mengharapkan apapun dari masyarakat sekitar dan tanpa memberikan citra diri yang menghasilkan harapan oleh masyarakat. tanpa itu, kita menjadi seorang individu yang mandiri, berdikari, dan pantang keluh - keluh manja pada Yang Esa. siapkah kita?

Komentar

Postingan Populer