Yang Dirahasiakan Rintik Hujan Bulan Juni, Bagian. 2.

Terlepas.
            Terlepas benar rasa yang menggebu tak bersurut, menggebu menyesak dada bocah berbelah pinggir dan bermata kian kemerahan. Lekat. Namun tak pula di dalam gubuknya mampu ia sontak berjingkrak layaknya bintang rock kondang jaman itu. Terpampang jelas di hadapannya sepiring nasi yang benar hanya sepiring, juga dua keping kerupuk putih berbalut kecap lekat. Hanya itu? Tepat hanya itu yang siap ia santap senja ini, ibu dan ayahnya sejak lama berpisah, bahkan sejak ayah nya putuskan kawini bini orang lain lagi maka kian surut lah harapan besar alam sadarnya tentang kemajuan bangsa. Pergilah sudah. 
            Ternyata pun hanya kakek- nenek yang siap sedia menampung kemurungan anak bermata merah yang sejak mungilnya telah dihadapkan ribuan kesempatan menatap wanita yang melahirkannya tersungkur pilu terhajar telapak kasar sang bapak. Beringas benar memang lelaki setengah baya itu. Maka tersyukurlah ia punya atap yang berbeda dengan bapaknya kini. Jauh terpinggir dari keramaian juga kebisingan. Namun begitu dekat, begitu hangat gadis berkuncir dua.
            Dilahap nya dengan beringas kerupuk  dalamgenggaman, juga nasi yang akhirnya kelar setengah jam kemudian. Dalam otak nanarnya terbuka kembali segala indah siang hingga senja tadi, berpeluh dia pada hasrat ingin memiliki bahkan hingga senja yang menyantap umur nya kelak. Maka dibukalah laci teratas ruang tamu kecil neneknya, digenggamnya sebatang kretek juga pantikan kayu usang milik sang kakek. Umurnya yang baru sejenak, dihabiskannya pada batang demi batang kretek sehabis menyantap kerupuk sederhana sejenak sebelumnya. Terlalu kecil memang kalau kita sebut penikmat tembakau, namun tak pula juga sejak kita tatap bagaimana laring nya begitu pandai menarik dan membuang halus setiap tarikannya.

Komentar

Postingan Populer